Mengenal Sistem Kekerabatan Matrilineal di Indonesia

  Cepy      

Garis Keturunan Matrilineal

Hy,ketemu lagi dengan admin nih kali ini admin akan membahas tentang sistem kekerabatan matreilineal.Penasaran?pantengi terus artikel ini ok.Langsung saja ini dia sistem matrilineal di Indonesia.

Sebelum kita membahas sitem kekerabatan ini lebih jauh kita lihat dahulu pengertian dari kekerabatan dan matrilineal yang admin himpun dari Wikipedia.
Pengertian Kekerabatan
Kekerabatan berasal dari kata kerabat yang artinya yang dekat (pertalian keluarga), sedarah sedaging, keluarga, sanak saudara, atau keturunan yang sama. Jadi, Kekerabatan merupakan hubungan kekeluargaan seseorang dengan orang lain yang mempunyai hubungan darah atau keturunan yang sama dalam satu keluarga.
Pengertian Matrilineal
Matrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu. Matrilineal berasal dari kata mater yang artinya ibu dan linea yang artinya garis. Jadi, matrilineal berarti mengikuti garis keturunan yang ditarik dari pihak ibu. Penganut adat matrilineal di Indonesia diantaranya suku Minangkabau

Tadi,adalah pengertian dari kekerabatan dan matrilineal sekarang admin akan membahas suku-suku di Indonesia yang menggunakan sistem matrilineal di Indonesia selain suku Minangkabau.

Suku-suku di Indonesia yang menggunakan sistem matrilineal:

1.Suku Enggano



Enggano, adalah penghuni asli pulau Enggano dan empat pulau di sekitarnya yang merupakan salah satu wilayah terluar Indonesia di sebelah barat pulau Sumatera. Lebih tepatnya berada di provinsi Bengkulu. sebagaimana suku Mentawai dan suku Nias, mereka adalah pembawa budaya Proto Malayan atau Melayu Tua. Suku enggano menetapkan perempuan sebagai pewaris suku dan sebagai garis keturunan (matrilineal). Nama marga suku diwariskan berdasarkan marga ibu. Suku Enggano menciptakan garis keturunan matrilineal mungkin karena seringnya terjadi peperangan antar suku dan kegiatan dari para lelaki suku ini. Segala bentuk warisan berupa harta tidak bergerak seperti rumah dan tanah diwariskan kepada anak perempuan, sedangkan anak laki-laki hanya diwariskan peralatan pertanian dan senjata tajam. Tetapi jabatan kepala keluarga dan kepala suku tetap dipegang oleh laki-laki.

2.Suku Petalangan


Suku Petalangan hidup di kabupaten Pelalawan, provinsi Riau. Sebagian besar dari mereka mencari nafkah dari hutan karet dan sebagai nelayan. Menurut tambo orang petalangan, mereka berasal dari Johor (Malaysia) dan membuka hutan di pemukiman mereka sekarang ini. Meski demikian, sebagian suku petalangan juga ada yang mengaku berasal dari Minangkabau.

Masyarakat Petalangan dibagi atas beberapa suku (klan) yang diturunkan dari ibu (matrilineal), seperti Sengerih, Lubuk, Pelabi, Medang, Piliang, Melayu, Penyabungan dan Pitopang. Berdasarkan kekerabatan matrilineal yang mereka anut, dilarang melakukan perkimpoian dengan klan yang sama. Pemimpin suku adalah ninik-mamak, yang dipilih melalui musyawarah anggota keluarga laki-laki. Ninik-mamak ini berperan menyelesaikan sengketa dalam sebuah suku, dan karena itu diharapkan memiliki pengetahuan mendalam tentang adat-istiadat. Bila ada konflik antara orang-orang dari dua suku atau lebih ninik-mamak dari masing-masing klan akan bertemu dan berunding untuk memecahkan masalah. Populasi suku Petalangan berjumlah sekitar 58.400 jiwa pada tahun 1993.

3.Suku Aneuk Jamee


Suku Aneuk Jamee adalah sebuah suku di Indonesia yang tersebar di sepanjang pesisir barat Aceh mulai dari Singkil, Aceh Selatan, Aceh Barat Daya dan Simeulue. Suku ini merupakan perantau Minangkabau yang bermigrasi ke Aceh dan telah berakulturasi dengan Suku Aceh. Secara etimologi, nama "Aneuk Jamee" berasal dari Bahasa Aceh yang secara harfiah berarti "anak tamu". Dalam percakapan sehari-hari, kelompok masyarakat ini menggunakan Bahasa Minangkabau dialek Aceh, atau yang dikenal dengan Bahasa Jamee. Bahasa Jamee merupakan Bahasa Minangkabau yang telah menyerap beberapa unsur dan kosa kata Bahasa Aceh. Kini kebanyakan anggota masyarakat Suku Aneuk Jamee, terutama yang mendiami kawasan yang didominasi oleh Suku Aceh menggunakan Bahasa Aceh. Bahasa Jamee hanya dituturkan di kalangan orang-orang tua saja dan saat ini umumnya mereka lebih lazim menggunakan Bahasa Aceh sebagai bahasa pergaulan sehari-hari. Jumlah suku Aneuk Jamee sekitar 67.000 jiwa.

4.Suku Sakai


Suku Sakai merupakan salah satu suku terasing di Indonesia yang hidup di pedalaman Riau. Banyak versi tentang asal-usul suku Sakai. Ada yang berpendapat suku sakai berasal dari percampuran antara ras Wedoid dengan Proto Melayu. Pendapat lainnya menyebutkan kalau suku Sakai berasal dari Pagaruyung, Sumatera Barat karena terdapat kemiripan bahasa. Bagi orang Sakai sendiri, pendapat kedua ini dianggap paling benar karena mereka meyakini nenek moyang mereka berasal dari Pagaruyung.

Berdasarkan sistem kekerabatan matrilineal yang dianut suku Sakai, anak perempuan penerus keturunan ibunya, sedangkan anak laki‐laki hanya seolah‐olah pemberi bibit keturunan kepada isteri. Dalam budaya Sakai hak perempuan Sakai besar, semua barang milik baik yang bergerak maupun tidak bergerak adalah milik wanita. Kedudukan kepala suku diwariskan dari wanita, dan anak‐anak mengikuti ibu, bukan ayah. Karena itu menurut masyarakat Sakai apabila suatu keluarga tidak memiliki anak perempuan, maka seolah‐olah hidup tidak berkesinambungan.

 5.Suku Ocu


Suku Ocu merupakan salah satu suku yang hidup di wilayah kabupaten Kampar, Riau. Banyak anggapan yang menyebutkan kalau suku Ocu berasal dari orang-orang Minangkabau. Anggapan ini muncul karena beberapa budaya, adat istiadat, bahasa, struktur pemerintahan agak mirip dengan budaya Minangkabau. Selain itu letak pemukiman suku Ocu di kabupaten Kampar berbatasan langsung dengan provinsi Sumatera Barat. Walau banyak kesamaan, namun suku Ocu membantah keras bila disebut keturunan Minangkabau. Bagi mereka, karakter dan kebiasaan orang Ocu berbeda jauh dengan suku Minangkabau. 



Pendapat lain menyebutkan kalau suku Ocu merupakan bagian dari Proto Melayu atau Melayu Tua karena bahasa Ocu diperkirakan lebih tua dibandingkan bahasa melayu daratan yang biasa digunakan di provinsi Riau. Masyarakat Ocu sendiri terdiri atas beberapa klan atau suku, yaitu suku Piliang, Domo, Putopang, Kampai, dan suku Mandiliong. Suku-suku tersebut diwariskan dari ibu sehingga menjadikan suku Ocu sebagai salah satu suku penganut sistem kekerabatan matrilineal di Indonesia.

6.Suku Lawangan


Suku Lawangan mendiami daerah bergunung-gunung antara aliran Sungai Barito terus ke sebelah barat ke daerah aliran Sungai Kapuas. Daerah itu termasuk dalam wilayah kabupaten Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Selatan, dan Tapin, di Provinsi Kalimantan Selatan. Di Provinsi Kalimantan Tengah mereka berdiam di dalam wilayah Kabupaten Barito Selatan, Barito Utara, dan Barito Timur. Nama lain dari suku ini ialah Luangan. Suku bangsa ini terbagi lagi menjadi sekitar 20 kelompok kecil, seperti Karau, Singa Rasi, Paku, Ayus, Bawu, Tabuyan Mantararan, Malang, Tabuyan Teweh, Mangku Anam, Nyumit, Bantian, Purui, Tudung, Bukit, Leo Arak, Mungku, Benuwa, Bayan, Lemper, Tungku, dan Pauk. Populasi suku lawangan kurang lebih 119.000 jiwa.

Sistem hubungan kekerabatan mereka cenderung untuk bersifat matrilineal, mungkin karena pengaruh adat menetap sesudah nikah yang matrilokal (suami menetap di lingkungan keluarga asal isteri). Orang Lawangan juga mengenal adat ganti tikar (sosorat), artinya bila isteri meninggal maka suaminya harus kimpoi dengan saudara perempuan almarhum isterinya. Adat ini bertujuan agar pemilikan harta tetap berada pada pihak perempuan.

7.Suku Kerinci


Suku Kerinci merupakan suku bangsa yang mendiami Kabupaten Kerinci. Populasi suku Kerinci sekitar 300.000 jiwa. Berdasarkan bahasa dan adat-istiadat suku Kerinci termasuk dalam kategori Proto Melayu, dan paling dekat dengan Minangkabau Deutro Melayu dan Jambi Deutro Melayu. Sebagian besar suku Kerinci menggunakan bahasa Kerinci, yang memiliki beragam dialek, yang bisa berbeda cukup jauh antar satu dusun dengan dusun lainnya di dalam wilayah Kabupaten Kerinci dan Kota Madya Sungai Penuh. Sebagian penulis seperti Van Vollenhoven memasukkan Kerinci ke dalam wilayah adat (adatrechtskring) Sumatera Selatan, sedangkan yang lainnya menganggap Kerinci sebagai wilayah rantau Minangkabau.
Masyarakat Kerinci menarik garis keturunan secara matrilineal, artinya seorang yang dilahirkan menurut garis ibu menurut suku ibu. Suami harus tunduk dan taat pada tenganai rumah, yaitu saudara laki-laki dari istrinya. Dalam masyarakat Kerinci perkimpoian dilaksanakan menurut adat istiadat yang disesuaikan dengan ajaran agama Islam.

8.Suku Minangkabau




Minangkabau atau disingkat Minang merujuk pada entitas kultural dan geografis yang ditandai dengan penggunaan bahasa, adat yang menganut sistem kekerabatan matrilineal, dan identitas agama Islam. Secara geografis, Minangkabau meliputi daratan Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, pantai barat Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan Negeri Sembilan di Malaysia. Dalam percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk pada nama ibu kota provinsi Sumatera Barat Kota Padang. Namun, mereka biasanya akan menyebut kelompoknya dengan sebutan urang awak, bermaksud sama dengan orang Minang itu sendiri. Populasi suku Minangkabau sekitar 8 juta jiwa.

Suku Minangkabau merupakan penganut sistem kekerabatan matrilineal terbesar di dunia. Dari semua suku-suku penganut matrilineal di Indonesia, hanya suku Minangkabau yang merupakan sebuah komunitas besar dan merupakan salah satu kelompok etnis terbesar di Indonesia. Matrilineal merupakan salah satu aspek utama dalam mendefinisikan identitas masyarakat Minang. Adat dan budaya mereka menempatkan pihak perempuan bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Garis keturunan dirujuk kepada ibu yang dikenal dengan Samande (se-ibu), sedangkan ayah mereka disebut oleh masyarakat dengan nama Sumando (ipar) dan diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga. Kaum perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa sehingga dijuluki dengan Bundo Kanduang, memainkan peranan dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan keputusan-keputusan yang dibuat oleh kaum lelaki dalam posisi mereka sebagai mamak (paman atau saudara dari pihak ibu), dan penghulu (kepala suku). Pengaruh yang besar tersebut menjadikan perempuan Minang disimbolkan sebagai Limpapeh Rumah Nan Gadang (pilar utama rumah). Walau kekuasaan sangat dipengaruhi oleh penguasaan terhadap aset ekonomi namun kaum lelaki dari keluarga pihak perempuan tersebut masih tetap memegang otoritas atau memiliki legitimasi kekuasaan pada komunitasnya.

Iya,itu tadi adalah tentang sistem matrilineal yang ada di Indonesia semoga dapat membantu dan membuat kita bangga akan Indonesia.

Sistem Matrilineal



logoblog

Thanks for reading Mengenal Sistem Kekerabatan Matrilineal di Indonesia

Previous
« Prev Post

1 komentar:

  1. Mantab jiwa menggelora ayo datang ke Erawisata - selanjutnya juga ke Jogja yang penuh pesona

    BalasHapus